Kopi TIMES

Eril dan Istimewanya Para Pencari Ilmu

Kamis, 16 Juni 2022 - 14:33
Eril dan Istimewanya Para Pencari Ilmu Falihin Barakati, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

TIMES BANTEN, JAKARTA – Emmeril Khan Mumtadz atau yang lebih dikenal dengan nama Eril. Seorang anak muda yang mati muda. Ia terseret arus Sungai Aeree di Kota Bern, Swiss pada Kamis 26 Juni 2022. Ia tenggelam. Menemui ajalnya di sungai yang panjangnya kurang lebih 295 km itu. 

Mungkin mati muda itu sudah biasa. Banyak kejadian matinya seorang anak muda. Pun, mati karena tenggelam, juga sudah biasa. Banyak kejadian serupa. Begitu pula orang yang tenggelam di Sungai Aeree, bukan hal yang baru, karena menurut informasi dari Dubes Indonesia untuk Swiss, ada 15-20 orang tenggelam setiap tahunnya di sungai terpenjang di Swiss itu. 

Namun, tenggelam dan mati mudanya Eril menjadi tidak biasa. Ia menjadi istimewa. Banyak doa-doa yang dikirim kepadanya, baik oleh yang mengenalnya maupun tidak mengenalnya, baik oleh yang ia kenal maupun yang ia tidak kenal. Media massa, media sosial dan ruang-ruang publik lainnya banyak  membahasnya. Banyak yang simpati dan empati. 

Mungkin saja ada yang beranggapan tragedi yang dialami Eril terlihat istimewa karena ia merupakan anak seorang tokoh publik, Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat). Andai Eril bukan anak seorang tokoh publik, tidak akan terlihat istimewa. Tidak akan ramai di publik, tidak banyak simpati dan empati, dan doa-doa hanya sebatas dari mereka yang dikenal dan mengenalnya. 

Bisa jadi anggapan itu benar. Tetapi jika hanya sebatas beranggapan demikian, tidak ada nilai yang bisa kita ambil dari apa yang terjadi dengan Eril. Bagi saya, tragedi tenggelam dan mati mudanya Eril memiliki banyak nilai yang bisa membuka mata kita, salah satunya adalah istimewanya para pencari ilmu.

Eril adalah seorang anak muda pencari ilmu. Jauh meninggalkan negerinya Indonesia untuk mencari ilmu. Ia datang ke Swiss mencari sekolah, akan melanjutkan studi ke jenjang S2. Namun, di tengah itu, ia menemui ajalnya. Ia tenggelam di Sungai Aeree, sungai di negara tempat ia akan mencari ilmu. Di negara tujuan ia mencari ilmu, ia menemui ajalnya.

Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SWA menyampaikan: “Barang siapa yang kedatangan ajal dan dia sedang menuntut ilmu, maka dia akan bertemu Allah (dengan derajat tinggi) di mana tidak ada lagi jarak antara dia dan para nabi melainkan satu derajat kenabian”. Hadits ini menunjukkan kemuliaan bagi para pencari ilmu. Ketika para pencari ilmu itu wafat dalam ikhtiar menuntut ilmu, maka mereka akan ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT. Ada keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka para pencari ilmu yang wafat dalam ikhtiar menuntut ilmu.

Tentu, kita berharap semoga Eril mendapatkan keistimewaan seperti yang disebutkan dalam hadits  tersebut, karena Eril wafat sebagai pencari ilmu. Ia meninggalkan negerinya Indonesia ke negeri orang lain Swiss untuk menuntut ilmu. Ia tersereat arus Sungai Aeree, lalu tenggelam dan wafat. Jasadnya ditemukan setelah 14 hari pasca kejadian yang menimpanya. 

Tau kah siapa yang menemukan Eril? Bukan Tim SAR Swiss atau aparat keamanan setempat. Bukan juga alat atau teknologi canggih modern yang sudah digunakan selama pencarian. Ternyata yang menemukannya adalah seorang guru sekolah dasar di Kota Bern, Swiss. Guru itu seorang ibu yang bernama Geraldine Beldi. Ia melihat jasad Eril ketika melintasi sebuah jembatan di atas bendungan yang setiap hari ia lewati ketika menuju tempat ia akan mengajar. Entah ini suatu kebetulan, atau memang sebuah pertanda yang mengisyaratkan bahwa Eril wafat sebagai pencari ilmu. Jasadnya ditemukan oleh seorang guru. Layaknya pencari ilmu (murid), maka seorang murid menemui gurunya. 

Eril yang menemui ajalnya dengan sebab tenggelam, juga bisa menjadikannya mulia dengan derajat mati syahid, karena salah satu dari lima kategori yang disebut mati syahid adalah orang mati korban tenggelam. Hal ini seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits, bahwa: “Orang yang mati syahid ada lima macam, yaitu orang yang kena tha'un (wabah), orang yang mati karena sakit perut, korban tenggelam, korban yang tertiban reruntuhan, dan orang syahid di jalan Allah”. Semoga Eril masuk dalam kagori yang dimaksud dalam hadits ini.

Lalu, bagaimana dengan mati mudanya Eril? Bukan kah itu merugi, sebab tidak lama usianya hidup di dunia? Mulia dan istimewanya seseorang bukan diukur dari lama atau singkatnya ia hidup di dunia, tetapi salah satunya seberapa kebermanfaatannya selama menjalani hidup di dunia. 

Ayah Eril, Ridwan Kamil memberi kesaksian tentang masa hidup Eril yang banyak menyebar kebermanfaatan bagi sekitarnya dan sesama manusia. Lewat tulisannya, Ridwan Kamil menyampaikan sebagai berikut:

“Dear Eril, ayahmu ini baru tahu, bukan hanya ratusan atau ribuan, tapi juga jutaan yang mendoakanmu Ril. Dari anak-anak yatim di desa-desa, tukang ojek dan tukang becak di belokan jalan kota, sampai ulama-ulama di Palestina. Dari mereka yang dekat dengan hatimu sampai mereka yang sama sekali tidak mengenalmu. Mungkin ini karena kebaikanmu membelikan baju lebaran kepada anak-anak yatim itu. Atau karena kebaikanmu ngasih THR dari uangmu sendiri kepada satpam-satpam itu, Ril? Mungkin ini pahala kesabaranmu, saat tidak semua maumu kami berikan walau kami mampu. Sehingga, kamu harus bekerja sambilan sambil kuliah Ril? Mungkin ini balasan dari doa-doa malammu, dan akhlak muliamu yang selalu menebar senyum penuh radiasi bahagia itu Ril? Mungkin ini buah dari saat kamu hujan-hujan memimpin anak-anak muda membagikan sedekah kepada panti asuhan dan duafa-duafa itu Ril? Mungkin ini berkah dari kebaikanmu melindungi sesama manusia di sekelilingmu Ril? Bahkan di saat kejadian itu, kamu selamatkan ibumu dengan melarangnya masuk ke sungai dan kamu relakan pelampung itu untuk adikmu. Kamu sejatinya adalah pahlawan. Sungguh kamu diam-diam ternyata sudah menyimpan bekal untuk perjalanan pulang itu Ril. Masya Allah.”

Soal mati muda yang dialami Eril, bukan kah Soe Hok Gie pernah menulis dalam bukunya Catatan Sang Demonstran: “Seorang filsuf Yunani pernah berkata bahwa nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.” 

Selamat jalan Eril. Engkau membuka mata banyak orang betapa istimewanya para pencari ilmu. Lahul Fatihah.

***

*) Oleh: Falihin Barakati, Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

 

_______
**)
Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Irfan Anshori
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Banten just now

Welcome to TIMES Banten

TIMES Banten is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.