https://banten.times.co.id/
Berita

Bela Palestina, Konvoi Afrika Utara Akan 'Serbu' Blokade Israel di Gaza

Selasa, 10 Juni 2025 - 07:13
Bela Palestina, Konvoi Afrika Utara Akan 'Serbu' Blokade Israel di Gaza Orang-orang bersorak saat konvoi bus yang terdiri dari aktivis, pengacara, dan profesional medis dari Afrika Utara berangkat dari Tunisia ke Gaza untuk menerobos blokade Israel di wilayah tersebut, di Gabes, Tunisia, Senin (9/6/2025). (FOTO: Arab New

TIMES BANTEN, JAKARTA – Sebuah konvoi bus dan mobil pribadi dari ibukota Tunisia, Afrika Utara, Senin kemarin mulai berangkat ke Gaza untuk menyoroti blokade Israel terhadap bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut, meskipun Israel telah menghentikan armada besar untuk mendarat di sana.

Rombongan konvoi itu terdiri dari kelompok masyarakat sipil seperti aktivis, pengacara, dan profesional medis dari Afrika Utara yang berangkat dari Tunisia ke Gaza untuk menerobos blokade Israel di wilayah tersebut, di Gabes, Tunisia.

Kelompok yang diorganisir secara independen tersebut menegaskan, tujuan mereka adalah untuk menuntut pencabutan segera pengepungan yang tidak adil di Jalur Gaza.

Mereka berencana untuk melintasi Tunisia, Libya, dan Mesir sebelum mencapai Rafah, perbatasan dengan Mesir yang sebagian besar tetap ditutup sejak militer Israel menguasai sisi Gaza pada bulan Mei 2024.

Kelompok masyarakat sipil Tunisia di belakang konvoi tersebut mengatakan, tujuan mereka adalah untuk menuntut pencabutan segera pengepungan yang tidak adil di jalur tersebut. Mereka menegaskan, bahwa pemerintah Arab dinilai belum cukup mendorong untuk mengakhiri perang 20 bulan antara Israel dan Hamas itu.

Setelah blokade Gaza selama 2,5 bulan yang ditujukan untuk menekan Hamas, Israel mulai mengizinkan masuknya sejumlah bantuan dasar bulan lalu. Tetapi para ahli telah memperingatkan tentang kelaparan terhadap 2 juta lebih warga Palestina di wilayah tersebut kecuali blokade dicabut dan Israel mengakhiri ofensif militernya.

Konvoi tersebut berangkat saat Freedom Flotilla Coalition, sebuah kapal bantuan yang berlayar dari Sisilia awal bulan ini telah disergap pasukan Israel di tempat yang menurut para aktivis adalah perairan internasional.

Mereka yang berada di dalamnya, termasuk aktivis iklim Swedia Greta Thunberg kemudian ditahan.

Konvoi darat tersebut menarik perhatian luas di Tunisia dan Aljazair, dimana ia dimulai pada hari Minggu, dengan beberapa orang melambaikan bendera Palestina dan meneriakkan dukungan untuk rakyat Gaza.

“Konvoi ini berbicara langsung kepada orang-orang kami di Gaza dan berkata, "Anda tidak sendirian. Kami berbagi rasa sakit dan penderitaan Anda," kata Yahia Sarri, salah satu penyelenggara konvoi Aljazair, menulis di media sosial.

Para aktivis Afrika Utara itu tidak berharap konvoi mereka diizinkan masuk ke Gaza. Terlepas dari itu, itu memberikan “pesan tantangan dan kemauan,” tambah Saher Al-Masri, seorang aktivis Palestina yang berbasis di Tunis.

Israel dan Mesir telah memberlakukan berbagai tingkat blokade di Gaza sejak Hamas merebut kekuasaan dari pasukan Palestina yang bersaing pada tahun 2007.

Israel mengatakan blokade diperlukan untuk mencegah Hamas mengimpor senjata, sementara para kritikus mengatakan hal itu sama saja dengan hukuman kolektif bagi penduduk Gaza.

Konvoi tersebut berencana untuk mengumpulkan para pendukung di kota-kota di selatan Tunis sebelum menyeberang ke Libya, tempat bentrokan antara milisi yang bersaing telah berubah menjadi lebih mematikan dalam beberapa bulan terakhir.

Penyelenggara mengatakan mereka merencanakan penyeberangan darat dengan otoritas terkait menjelang keberangkatan konvoi tersebut.

Pengawas komite medis untuk konvoi darat, Dr. Mohammed Amin Bin Nour mengatakan, bahwa para peserta konvoi kemanusiaan ini bertekad untuk mencapai perbatasan Rafah , terlepas dari kesulitan yang ada.

Ia menegaskan bahwa sejauh ini telah ada tanggapan resmi yang positif dari otoritas Tunisia, Libya, dan Mesir.

Mohammed Amin, seorang dokter yang baru saja kembali dari Gaza, mengonfirmasi dalam sebuah wawancara dengan program "Masar Al-Ahdath" (Jalannya Peristiwa) dari kota Ben Guerdane di Tunisia selatan, bahwa konvoi tersebut menyampaikan pesan martabat sebelum mengirimkan bantuan.

Dan bahwa hal itu merupakan perpanjangan dari inisiatif sipil yang berulang kali bertujuan untuk mematahkan pengepungan dan mengungkap keterlibatan internasional dengan mesin perang Israel.

Konvoi Keteguhan ini berangkat pada Senin (9/6/2025) pagi dari Jalan Mohammed V di jantung kota Tunis, ditengah panggung megah yang dihadiri lebih dari seribu peserta dari berbagai usia dan latar belakang, membawa bendera Tunisia dan Palestina serta meneriakkan slogan-slogan menentang agresi Israel dan diamnya masyarakat internasional.

Konvoi yang diselenggarakan oleh Joint Action Coordination for Palestine ini akan melewati beberapa kota di Tunisia untuk mengumpulkan peserta yang tersisa sebelum menyeberang ke Libya, kemudian ke Mesir dan penyeberangan Rafah. Perjalanannya diperkirakan akan memakan waktu selama 14 hari.

Konvoi ini didukung oleh lembaga-lembaga Tunisia, terutama Serikat Buruh Umum Tunisia, Bulan Sabit Merah, dan Asosiasi Medis.

Mohamed Amin menambahkan, bahwa otoritas Tunisia memfasilitasi segala cara yang memungkinkan demi keselamatan konvoi tersebut, seraya menunjuk pada jaminan dari otoritas Libya dan organisasi masyarakat sipil di sana yang menegaskan kesiapan penuh mereka untuk menerima konvoi tersebut dan mengamankan perjalanannya ke perbatasan Mesir.

Ia menggambarkan pertemuannya dengan duta besar Mesir untuk Tunisia mengenai masalah ini sebagai sesuatu yang positif dan membuahkan hasil, sambil menjelaskan sifat konvoi tersebut dan tujuan-tujuannya yang damai dan kemanusiaan.

"Kami menekankan bahwa konvoi tersebut tidak memiliki agenda politik, tetapi hanya bertujuan untuk mengakhiri pengepungan di Gaza. Kami merasakan adanya pengertian dari pihak Mesir mengenai upaya mulia ini," katanya.

Mohamed Amin juga menekankan bahwa "semua indikator positif, yang mendorong kami untuk memastikan bahwa kami berada di jalur menuju penyeberangan Rafah," seraya menambahkan bahwa segala hambatan potensial tidak akan menghalangi keinginan para peserta yang datang dari Tunisia, Aljazair, Libya, Maroko, dan Mauritania.

Ia menekankan bahwa inisiatif ini merupakan gerakan rakyat yang tulus mengingat "kelambanan pemerintah Arab dan Islam serta ketidakmampuan organisasi internasional," dan menggambarkan sistem internasional sebagai "telah terlibat dengan mesin Zionis yang brutal" yang menimbulkan malapetaka di Gaza, membunuh, membuat kelaparan, dan menghancurkannya tanpa henti.

Mohamed Amin juga menegaskan bahwa sudah saatnya rakyat bertindak dengan bermartabat dan penuh tekad. "Kami tidak menunggu izin dari pemerintah yang gagal, dan kami juga tidak bergantung pada rezim yang tidak kompeten. Kami bergerak dengan bus yang kami sewa dan mobil kami sendiri, membela lebih dari dua juta orang yang hidup dalam pengepungan dan kematian setiap hari," tambahnya.

Ia menegaskan bahwa konvoi keteguhan hati saat ini hanyalah permulaan, dan akan ada lebih banyak lagi yang menyusul.  "Kami telah memutuskan, dari Tunisia dan Maghreb, untuk menjadi yang terdepan dalam gerakan menuju Gaza. Ini adalah pesan yang jelas: Mulai hari ini, rakyat tidak akan tinggal diam tentang hak mereka untuk menentukan nasib sendiri," tegasnya lagi.

Disaat konvoi darat keteguhan hati berangkat untuk menerobos pengepungan yang dilakukan Israel terhadap Gaza, kapal  Madeleine yang membawa 12 aktivis internasional telah disergap oleh angkatan laut  Israel pada Senin dini hari.

Bencana yang Tak Terlukiskan

Dalam konteks terkait, Mohamed Amin, yang menghabiskan waktu sebulan di rumah sakit Gaza menekankan, bahwa apa yang disaksikannya di sana tak terlukiskan, seraya mencatat bahwa ia pernah bekerja di Rumah Sakit Baptis, Kompleks Rumah Sakit Nasser, dan rumah sakit lain serta menyaksikan skala bencana medis dan kemanusiaan.

Ia menunjukkan, bahwa kekurangan pasokan medis yang parah telah mencapai titik "runtuh total" tanpa ada sarana yang tersedia untuk terus menyediakan perawatan.

Ia mencatat bahwa staf kewalahan menghadapi guncangan jumlah korban yang sangat banyak dan ketidakmampuan untuk menyediakan perawatan yang paling mendasar sekalipun.

Ia menekankan bahwa gambar anak-anak yang terluka dan diamputasi akibat penembakan dan tembakan langsung tidak lagi tersembunyi dari pandangan, seraya menambahkan bahwa berlanjutnya kejahatan ini tanpa adanya tanggapan resmi atau internasional merupakan salah satu motivasi utama diluncurkannya konvoi ini.

Muhamed Amin menekankan, meskipun pemerintah menelantarkan rakyat, mereka tidak akan pernah menelantarkan kaum tertindas. Ia menyerukan "untuk menghentikan keterlibatan ini secara diam-diam" melalui lebih banyak tindakan di lapangan dan mengubah penyeberangan Rafah menjadi pintu gerbang terbuka bagi konvoi bantuan dan kemanusiaan.

Ia berjanji bahwa konvoi keteguhan hati akan tetap ditempatkan di persimpangan tersebut, tidak hanya untuk mengirimkan makanan dan bantuan medis, tetapi juga untuk mengirim pesan yang kuat bahwa rakyat Maghreb telah memutuskan untuk terhubung dengan Gaza melalui jembatan manusia permanen, yang dibangun di Tunisia dan melintasi Maghreb.

Perlu dicatat bahwa penyelenggara konvoi ini telah secara resmi menghubungi kedutaan besar Mesir di Tunisia sebagai bagian dari upaya untuk mengamankan perjalanan konvoi tersebut.

Namun, belum ada keputusan resmi yang dikeluarkan untuk konvoi keteguhan hati dari kelompok Afrika Utara yang isinya rakyat Tunisia ini, sementara persiapan logistik dan diplomatik terus dilakukan untuk memastikan keberhasilan misi tersebut, mengingat situasi kemanusiaan yang tragis di Jalur Gaza. (*)

Pewarta : Widodo Irianto
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Banten just now

Welcome to TIMES Banten

TIMES Banten is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.